Indonesia merupakan negara kepulauan dimana tempat tiga lempeng besar dunia bertemu yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Interaksi antar lempeng-lempeng tersebut lebih lanjut menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang memiliki aktifitas kegunungapian dan kegempaan yang sangat tinggi. Dari sebanyak 129 gunung api di
Indonesia atau 14 persen dari seluruh gunung api di dunia, terbantang dari pulau Sumatera
menyusuri pulau Jawa kemudian menyeberang ke Bali, Nusa Tenggara hingga bagian timur
Maluku dan berbelok ke utara pulau Sulawesi atau melingkari kepulauan Indonesia sehingga
dikenal dengan sebutan lingkaran api (The Ring of Fire) Indonesia, atau jalur tektonik
Indonesia (Septia Aji Prihandoko, 2014) Paradigma penanggulangan bencana di Indonesia
telah bergesar dari paradigma penanggulangan bencana yang bersifat responsif (terpusat pada
tanggap darurat dan pemulihan) ke preventif (pengurangan risiko dan kesiapsiagaan), sehingga
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa sekarang lebih ditekankan pada tahapan
pra bencana. Bencana menjadi fenomena yang terus dikaji mengingat dampa yang diakibatkan
sangatlah besar ketika wilayah tersebut tidak siap mengahadapinya (Shofwan et al., 2019).
Salah satu kegiatan dalam tahap pra bencana adalah Mitigasi. Permasalahan tentang
bencana merupakan permasalahan yang tergolong prioritas, hal itu disebabkan oleh banyaknya
frekuensi kejadian bencana serta luasnya wilayah yang menjadi prioritas penanganan. Gunung
api adalah lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya cairan magma
atau gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Gunung Lewotobi adalah gunung berapi
kembar yang terletak di bagian tenggara Pulau Flores, Indonesia. Gunung Lewotobi tersusun
dari Gunung Lewotobi Laki-laki dan Gunung Lewotobi Perempuan. Gunung Lewotobi Laki-
laki dengan ketinggian sekitar 1.548 meter, tercatat beberapa kali aktif pada abad ke 19 dan 20,
sedangkan Gunung Lewotobi Perempuan yang ketinggiannya mencapai 1.703 meter hanya
pernah meletus 2 kali sepanjang sejarah. Pada tahun 1932 terjadi letusan gas, lalu pada 17
Desember 1933 terjadi letusan abu, lalu pada 17 Desember 1936 tepat 6 tahun setelah letusan
sebelumnya, pada tahun 1991 terjadi letusan di puncak awan pada Mei dan Juni 1991, 8 tahun
setelahnya pada tahun 1999 gemuruh dan abu keluar dari perut Lewotobi mulai 31 Maret
1999,disusul dengan letusan kuat tanggal 1 Juli 1999 lava pijar tersembur hingga radius 500
meter letusan dan semburan lava itu mengakibatkan kebakaran hutan sampai lebih dari 2,5 Km
sedangkan abu berterbangan sampai radius 8 Km, pada tanggan 12 Oktober 2002 terjadi lagi
letusan dan pada 30 Mei 2003 terjadi letusan material abu mencapai ketinggian lebih dari 200
meter dari puncak gunung.
a. Mengetahui karakteristik bencana erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki
b. Membantu kebutuhan mendesak masyarakat yang terkena dampak erupsi Gunung
Lewotobi
c. Sebagai ruang literasi tanggap bencana dikalangan Mahasiswa STIKOM Uyelindo
Kupang